Kriteria Sukses Seorang Penulis

on Jumat, 21 Desember 2012
Banyak sekali bermunculan penulis (writer) dan pengarang (author) sejak booming internet mudah dan (cukup) murah. Didukung juga oleh sebaran komputer, laptop, netbook, tablet, dan beragam ponsel cerdas yang nyaman untuk menulis. Tambah lagi munculnya media sosial seperti Facebook dan Twitter. Kalau semua orang lantas menulis, mulai dari microblogging di Twitter, milliblogging di Facebook hingga blogging di blog atau website, lantas siapa yang disebut penulis/pengarang sukses?

Kriteria sukses seorang penulis atau pengaranng sudah banyak dibincangkan. Sederet pendapat pun muncul. Ada yang bersetujuan, ada yang berseberangan, ada yang bertentangan. Masing-masing hadir dengan alasan dan pengalamannya. Berikut ini dibahas ringkas penulis sukses dari tiga sudut pandang.

1. Secara ekonomi.
Orang umumnya memandang sudut ini sebagai parameter sukses seorang penulis. Karyanya yang laris di pasar membuatnya bergelimang uang dari penghasilan pasif. Apalagi kalau diterjemahkan ke berbagai bahasa, kian teballah pundi-pundinya. Royaltinya tak terhitung lagi, berdatangan setiap tiga atau enam bulan. Bahkan kalau banyak karyanya, royalti itu bisa diterimanya sebulan sekali atau malah dua kali.

Penerbitnya pun senang dan kian rajin mempromosikan tulisannya. Beragam temu-muka dengan penggemar dan resensi bukunya dimuat di banyak media, baik cetak, radio, TV maupun on-line. Kebanyakan pikiran orang akan tertuju pada kata uang dan royalti ketika mendengar sebuah buku atau tulisan seseorang laris atau best seller. Inilah yang paling dinanti-nanti oleh setiap penerbit dan juga penulis.

Hanya saja, buku-buku yang best seller belum tentu mampu mengubah karakter pembacanya menjadi lebih baik. Malah sangat mungkin menjadi lebih buruk, menjadi penakut, dicekam dunia khayal atau bahkan melakukan perbuatan nista yang dilarang agamanya. Ini bergantung pada isi buku yang laris itu. Sebuah buku yang bernilai positif dan memberikan pandangan optimis pada pendidikan karakter dan akademik di pesantren adalah Negeri 5 Menara yang juga sudah difilmkan dengan judul yang sama. 
2. Secara publikasi.
Jumlah terbitan adalah tolokukurnya. Makin banyak buku yang ditulisnya, makin suskeslah dia. Dari sekian banyak bukunya itu, boleh jadi semuanya best seller (misalnya laku di atas 10.000 eksemplar dalam tempo enam bulan). Boleh jadi juga semuanya tidak menembus julukan best seller tetapi terjual biasa-biasa saja. Atau, ada beberapa yang best seller dan lainnya tidak bahkan ada yang gagal dalam penjualannya. Jika parameter ini yang digunakan maka yang disebut penulis sukses adalah yang banyak menulis, baik buku tebal, di atas 500 halaman kertas A5 atau yang tipis dan sangat tipis, di bawah 150 halaman.

Kelompok ini ada yang tak peduli pada mutu tulisannya, yang penting banyak menulis dan tetap berharap laris di pasar. Ada juga yang demikian peduli atas mutunya sehingga berupaya menulis sebaik mungkin dan tetap berharap laku keras. Baginya, kuantitas dan kualitas adalah saudara kembar yang harus dirujuki, tak bisa disepelekan. Kelompok lain ada juga yang terus menulis hingga puluhan, bahkan ratusan karya tanpa berharap mendapat uang tetapi demi penyebaran ilmu yang dimilikinya. Sejumlah ulama besar menghasilkan karya-karya dalam kategori ini.

Pada masa sekarang, ada juga penulis buku dan artikel yang tak peduli pada imbalan berupa royalti atau honor. Yang penting baginya, karyanya bisa dibaca banyak orang, baik lewat koran, majalah, jurnal ilmiah, brosur, buletin maupun internet berupa web atau blog. Kepuasannya terletak pada berbagi ilmu yang diketahuinya.

3. Secara sosiologi.
Jika instrumen ini yang digunakan maka penulis sukses ialah penulis yang bukunya mampu mengubah karakter pembacanya. Tentu saja yang diharapkan adalah perubahan dari karakter buruk menjadi baik, bukan sebaliknya. Jika terjadi sebaliknya, mengubah orang baik menjadi buruk, bisa juga dikatakan sukses tetapi bukan ini yang dimaksud di sini. Sebab, ada sejumlah buku yang memang akhirnya mengubah pandangan pembacanya menjadi demikian buruk, jahat dan bahkan menjadi tak percaya atas ke-Ada-an, ke-Esa-an Tuhan. Menjadi atheis misalnya. Yang dampaknya buruk seperti ini tidak dimasukkan sebagai penulis sukses di sini. Atau, bisa disebut sukses menyesatkan orang.... boleh-boleh saja.

Penghuni kategori ini ada yang hanya menulis satu-dua buku seumur hidupnya tetapi berjuta-juta orang mendapatkan manfaatnya, mengubahnya menjadi manusia baik dan benar. Misalnya, Kartini. Kumpulan surat-suratnya dijadikan buku dan dijuduli (oleh penerbitnya) Habis Gelap Terbitlah Terang. Orang menjadi banyak tahu kehidupan masa itu lewat surat-suratnya. Contoh lain adalah Hasan Al Banna, seorang tokoh Ikhwanul Muslimin. Spirit ajakannya berefek tajam sampai sekarang dan meletupkan hasrat iman kepada Tuhan bagi siapa saja yang membacanya.

0 komentar:

Posting Komentar